Gojek dilaporkan telah menaruh investasi di LinkAja. Investasi Gojek ini sekaligus menutup putaran penggalangan dana seri B yang dilakukan LinkAja yang telah mencapai total USD100 juta. Sebelum Gojek, Grab lebih dahulu masuk menjadi investor LinkAja pada November 2020 dalam putaran pendanaan seri B juga.
Lantas, apa untungnya?
Pakar Ekonomi Keuangan Roy Sembel mengatakan, keuntungan ini dari sisi pengguna adalah UMKM. Kolaborasi ini, akan memungkinkan para pelaku UMKM di dalam ekosistem Gojek bisa menjangkau pasar lebih luas secara lebih cepat.
“UMKM diuntungkan karena mereka mendapatkan alternatif pembiayaan dan jalur pembayaran,” jelas Roy kepada Asumsi.co.
Dalam investasi itu, Gojek dan LinkAja akan menciptakan pengalaman pembayaran non-tunai untuk berbagai kebutuhan pengguna di segmen pasar yang saling melengkapi. Saat ini, platform LinkAja sebagian besar berfokus pada pembayaran untuk pembelanjaan ritel, layanan publik dan layanan kebutuhan sehari-hari dengan 80% penggunanya berasal dari kota-kota Tier 2 dan Tier 3 di Indonesia.
Sementara layanan pembayaran digital Gojek melalui GoPay, melayani kebutuhan sektor ritel dan bisnis di Indonesia khususnya untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), serta layanan kebutuhan sehari-hari dalam platform Gojek. Kemitraan antara kedua perusahaan akan memungkinkan pengalaman pembayaran dari hulu ke hilir yang semakin mudah bagi pengguna dalam semua aspek kehidupan sehari-hari mereka.
Sedangkan dari sisi Grab melakukan investasi di LinkAja karena secara bersama dapat mengakselerasi tujuan dalam mempercepat inklusi finansial di Indonesia. Hal itu diutarakan oleh Managing Director Grab Indonesia, Neneng Goenadi kala perusahaan yang dipimpinnya itu mengumumkan investasi di LinkAja pada November 2020.
Maka itu, Roy pun berharap kolaborasi langkah itu akan berjalan dengan baik dan lancar ke depannya.
“Akan terdapat skala ekonomi yang lebih besar, jika ini berjalan lancar sehingga terjadi efisiensi. Efisiensi tersebut dapat diterjemahkan dengan pelayanan dan harga yang bagus bagi customer. Diharapkan kolaborasi ini bisa meluas ke regional ASEAN dan internasional,” tutur Roy.
LinkAja ‘Seksi’
Menurut Ekonom INDEF, Bhima Yudhistira, tujuan utama masuknya investasi Grab dan Gojek ke LinkAja mempermudah kerjasama pemain pembayaran digital di BUMN yang cenderung tertutup.
Tak menutup kemungkinan, Gojek dan Grab akan berbondong-bondong menambahkan investasi baru ke LinkAja. Hal ini mengingat BUMN menguasai seluruh sektor bisnis yang related dengan bisnis keduanya.
“Semakin besar nilai investasi Gojek atau Grab, maka semakin besar pengaruhnya untuk kerjasama dengan infrastruktur keuangan dan digital yang dibangun oleh BUMN. Jadi, akan saling berebut kerjasama dengan BUMN,” ungkap Bhima.
Sementara itu, Yuswohady, pengamat ekonomi dari Inventure Knowledge mengatakan, apa yang dilakukan Gojek pada LinkAja merupakan pendekatan ekosistem, untuk menyempurnakan ekosistem yang sudah dimiliki Gojek.
“Berdasarkan teori ekonomi ini kecenderungannya mengarah pada monopolistik. Dalam sistem digital hanya 1-2 pemain besar yang bertahan,” ujarnya.
Bhima kembali menuturkan bahwa keunggulan ini menjadi daya tarik sendiri bagi LinkAja. LinkAja mempunyai keunggulan terkait dengan jaringan pembayaran BUMN khususnya di seluruh moda transportasi lewat KAI express, misalnya.
“Keuntungan dengan berinvestasi di fintech BUMN adalah privilleges untuk memanfaatkan jaringan dan infrastruktur keuangan yang sudah dimiliki oleh BUMN. Ujungnya market share ekosistem digitalnya makin besar dibanding pesaing,” terang dia.
Haryati Lawidjaja, CEO LinkAja menyatakan, investasi strategis ini merupakan validasi lebih lanjut atas pertumbuhan dan kemajuan LinkAja sebagai startup yang didirikan oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara dalam menjalankan misi untuk mempercepat inklusi keuangan di Indonesia.
Khususnya bagi masyarakat yang belum memiliki rekening bank dan yang belum sepenuhnya memanfaatkan layanan perbankan, serta para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah.
“Melalui kemitraan strategis ini, kami berharap dapat memberikan dampak yang lebih besar dan lebih luas bagi perekonomian Indonesia,” kata Haryati.