Kepala Satuan Sabhara Polres Blitar AKP Agus Hendro Tri Susetyo mengajukan pengunduran diri dari anggota Polri lantaran sudah tak tahan dengan sikap arogan dan makian yang sering dilontarkan atasannya, Kapolres Blitar AKBP Ahmad Fanani Eko Prasetya. Langkah itu pun berbuntut panjang dengan AKP Agus turut membongkar borok AKBP Fanani yang selama ini tak diketahui.
Agus pun datang langsung ke Polda Jatim untuk mengantarkan surat pengunduran dirinya sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Ia menegaskan sudah mempertimbangkan dengan matang keputusan yang ia ambil tersebut.
“Jadi hari ini saya resmi mengundurkan diri kepada Bapak Kapolda, nanti tembusannya Bapak Kapolri dan lain-lain. Hari ini sudah saya ajukan tinggal tunggu proses lebih lanjut,” kata Agus di Mapolda Jatim Jalan Ahmad Yani, Surabaya, Kamis (1/10/20).
Lebih lanjut, Agus menyebut alasannya mundur adalah lantaran tak terima dengan perlakuan arogan Kapolres kepadanya dan bawahan yang lain. Umpatan kasar selalu dilontarkan oleh Kapolres. “Setiap beliau marah, ada yang tidak cocok itu maki-makian kasar yang diucapkan. Mohon maaf, kadang sampai menyebut binatang, bajingan dan lain-lain. Yang terakhir, sama saya sebenarnya tidak separah itu. Hanya mengatakan bencong, tidak berguna, banci, lemah, dan lain-lain,” ucapnya.
“Hati saya tidak bisa menerima selaku manusia dengan arogansi kapolres saya.”
Menurut Agus, sikap itu sama sekali tak mencerminkan perilaku polisi sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat. Bahkan, Fanani disebut-sebut sering mencopot anak buahnya yang melakukan kesalahan, tanpa lebih dulu dilakukan pembinaan.
Agus pun mengaku tertekan secara psikis akibat perilaku atasannya itu. Sikap arogan itu menurutnya tak perlu ditunjukkan, apalagi kepolisian sudah disibukkan dengan pekerjaan menertibkan masyarakat siang dan malam demi memutus mata rantai penyebaran COVID-19.
“Bahkan Kapolres tidak ada arahan apapun, tapi jika tidak benar langsung seperti itu. Sebenernya kan kalau salah dibina, bukan dimaki terus-terusan. Kadang main copot jabatan. Emangnya kalau copot orang itu bisa lebih baik? Belum tentu kan?” kata Agus.
Agus juga mengkritisi kinerja lain Kapolres Blitar. Ia menyebut telah terjadi pembiaran penambangan pasir liar di wilayah Kabupaten Blitar yang menyebabkan rusaknya akses menuju desa. Ada pula dugaan pembiaran judi sabung ayam di masa pandemi COVID-19. Menurutnya, hal itu tak bisa didiamkan begitu saja.
“Kita bekerja keras untuk memutus mata rantai. Namun, di Blitar ini ada kegiatan yang justru dibiarkan gitu. Kayak pertambangan pasir bebas, sabung ayam bebas tidak ada teguran,” kata Agus.
Menurut penjelasan Agus, ada lima kecamatan di Blitar yang diketahui menjadi lokasi sabung ayam. “Tambang pasir di daerah Kali Putih kecamatan Garung dan Gandusari. Pertambangan pasir ada 20 backhoe di sana. Hancur jalan desa saya. Sabung ayam saya minta ditutup semua. Ada lima tempat di Blitar.”
Polri: Keputusan Mundur AKP Agus Harus Kantongi Izin
Keputusan mundur Kasat Sabhara Polres Blitar AKP Agus Tri pun menjadi perhatian luas dari berbagai pihak, baik itu dari Polri, DPR RI, Kompolnas, hingga pengamat kepolisian. Proses mediasi kedua belah pihak pun terus diupayakan.
Sementara itu, Mabes Polri tidak dapat langsung memproses pengajuan pengunduran diri AKP Agus Tri Susetyo dari kepolisian. Sebab, pengunduran diri anggota kepolisian tetap harus mengikuti prosedur dan proses administrasi.
“Bukan kita ajukan permohonan, langsung otomatis kita tidak menjadi anggota polisi, tidak. Semua ada administrasi yang harus dipenuhi,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Jumat (2/10).
Lebih lanjut, Awi menyebut mekanisme itu diatur dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Pengakhiran Dinas bagi Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara RI. Pemberhentian dengan hormat (PDH) atas permintaan sendiri tertuang dalam Pasal 33 ayat (3).
Lalu, syarat yang harus dipenuhi tertulis dalam Pasal 37 ayat (1) yang terdiri dari 14 poin. Misalnya, poin huruf a menyebutkan, pengajuan permohonan PDH harus melampirkan surat usulan dari kepala satuan kerja (kasatker). “Kalau Kasat Sabhara Polres Blitar, tentunya kasatkernya (adalah) Kapolresnya. Jadi harus ada administrasi yang menyertainya,” ucap Awi.
Menurut Awi, permohonan pengunduran diri untuk golongan pangkat perwira pertama diajukan kepada kapolda atau kasatker. Kemudian, persetujuan tersebut merupakan hak prerogatif kasatwil atau kasatker yang diputuskan melalui rapat pengakhiran dinas.
“Baru kan kemarin kejadian, sehingga itu perlu proses lanjutan. Jadi dia kan cuma bersurat saja ke polda, tentunya nanti dirapatkan,” ujarnya.
Pengamat Kepolisian ISESS: Keputusan Resign AKP Agus Tri adalah Keberanian
Sementara itu, Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyebut keberanian Kasat Sabhara Polres Blitar AKP Agus Hendro Tri Susetyo itu patut diapresiasi. Menurutnya, tak banyak anggota polisi yang berani mengungkap fakta dan melawan atasannya yang tak bijak.
“Seorang anggota polisi berbeda dengan tentara yang harus tunduk pada komando di atas. Anggota polisi tidak demikian, dia harus tetap menjaga independensinya sebagai profesional penegak hukum/aturan dan tetap tunduk dalam koridor/aturan institusi,” kata Bambang saat dihubungi Asumsi.co, Jumat (2/10).
Menurut Bambang, anggota polisi itu taat pada code of conduct, bukan tunduk pada atasan. Ia menyebut di tengah kalangan yang pada umumnya pragmatis dan hanya cari selamat untuk kepentingan pribadi, menjilat atasan meski tak sesuai nurani, tindakan AKP Agus itu justru perlu diapresiasi.
“Di sisi lain, pengunduran diri itu juga menunjukkan bahwa pengawasan internal kepolisian yang dilakukan Propam Polda Jatim maupun Irwasda, tak berjalan secara baik dan dirasa tak memenuhi rasa keadilan bagi anggotanya. Sehingga memunculkan kekecewaan yang berujung mundurnya Kasat Sabhara itu.”
Menurut Bambang, kondisi ini seringkali terjadi. Propam pun tak tegas dalam menerapkan aturan karena diduga punya posisi jabatan yang sama (sesama Perwira Menengah) atau motif lainnya. Akibatnya, lanjut Bambang, anggota di bawah tak berani melaporkan ketidakadilan yang terjadi bila menyangkut pimpinan di atasnya, yang tentu bisa menjadi bumerang bagi dirinya sendiri.
“Makanya laporan AKP Agus Tri, Kasat Sabhara Polres Blitar itu patut diapresiasi keberaniannya. Secara kelembagaan, harapannya Kompolnas juga bisa mengawasi hal-hal seperti itu,” kata Bambang.
Bambang menilai Kompolnas idealnya juga bisa menjadi “kawan” bagi anggota kepolisian yang mendapat perlakuan tidak adil, power abuse dari atasan, atau penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan Propam.