Isu Terkini

Transaksi yang Janggal dan Skandal Triliunan Dolar dalam Dokumen FinCEN

Permata Adinda — Asumsi.co

featured image

Foto: Unsplash

Lebih dari 400 jurnalis di seluruh dunia menganalisis bocoran laporan Financial Crimes Enforcement Network (FinCEN), salah satu biro di bawah Kementerian Keuangan Amerika Serikat, tentang dugaan pencucian uang di seluruh dunia.

Pertama kali didapatkan oleh Buzzfeed News, dokumen ini dibagikan kepada jaringan The International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) yang terdiri dari 108 media di 88 negara. Laporan ini mengungkapkan bagaimana bank berpartisipasi dalam memindahkan uang kotor senilai US$2 triliun untuk keperluan kartel narkoba, korupsi, perdagangan senjata, dan tindakan-tindakan kriminal internasional lainnya.

Laporan ini mencatat transaksi-transaksi mencurigakan dalam mata uang dolar AS yang dilaporkan oleh bank. Walaupun transaksi terjadi di luar AS, lembaga keuangan ini mewajibkan seluruh bank untuk melaporkan transaksi-transaksi mencurigakan ini untuk memerangi kejahatan finansial. Berdasarkan dokumen yang diperoleh oleh BuzzFeed, laporan ini terdiri dari 2.657 dokumen yang dikirimkan bank kepada pemerintah AS selama 2000-2017.

Bank yang semestinya tidak sekadar melaporkan—tetapi juga menghentikan aktivitas-aktivitas ini—diduga membiarkan transaksi uang kotor mengalir. HSBC, bank multinasional asal Inggris, membiarkan para pelaku penipuan mentransfer dana jutaan dolar AS hasil curian—bahkan setelah diperingatkan oleh penyidik Amerika Serikat bahwa dana ini adalah hasil kejahatan.

JP Morgan, bank terbesar di AS, diduga membiarkan uang lebih dari US$1 miliar berpindah melalui rekening asal London tanpa mengetahui pemilik rekening tersebut. Belakangan, bank baru mengetahui bahwa perusahaan yang memindahkan uang tersebut dimiliki oleh gembong mafia yang masuk dalam daftar 10 Buronan Paling Dicari oleh FBI.

Sementara itu, Deutsche Bank diduga memindahkan hasil cuci uang untuk kepentingan tindakan kriminal yang terorganisir, terorisme, dan pengedaran narkoba. Begitu pula dengan Standard Chartered yang diduga memindahkan uang tunai untuk Arab Bank—walaupun diketahui salah satu rekening nasabahnya telah digunakan untuk mendanai terorisme.

Selain oleh bank, laporan ini juga menandai negara-negara yang terlibat dalam aktivitas mencurigakan. United Kingdom disebut sebagai “yurisdiksi berisiko lebih tinggi” oleh FinCEN karena banyaknya perusahaan yang masuk dalam daftar “SARs” atau laporan aktivitas mencurigakan. Terdapat lebih dari 3.000 perusahaan asal UK yang masuk daftar ini—paling banyak dibandingkan negara-negara lain.

Bank sentral Uni Emirat Arab juga gagal menindaklanjuti peringatan tentang perusahaan lokal yang membantu Iran menghindari sanksi internasional. Sementara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin diduga telah memanfaatkan rekening associate terdekatnya di Barclays Bank di London untuk menghindari sanksi finansial yang dimaksudkan untuk menghentikannya menggunakan jasa keuangan di negara-negara Barat.

Berdasarkan hasil investigasi dari Majalah Tempo yang termasuk dalam jaringan ICIJ dan turut serta dalam menganalisis dokumen FinCEN, skandal transaksi perbankan dunia ini juga mengalir sampai Indonesia. Transaksi mencurigakan ini termasuk transfer janggal pembelian jet tempur Sukhoi oleh pemerintah Indonesia pada 2011-2013.

Rosoboronexport, perusahaan milik pemerintah Rusia yang menyuplai Sukhoi, mentransfer dana sekitar US$52 ribu ke pengusaha Indonesia bernama Sujito Ng. Sebelum masuk ke rekeningnya, uang itu diputar dahulu ke JSCB International Financial Club di Rusia dan JP Morgan Chase Bank di Amerika. Ada dua kali transaksi lagi sepanjang 2011 dan 2012, yang dibatalkan oleh JP Morgan dengan keterangan “lantaran kebijakan manajemen risiko yang melibatkan Rosoboronexport”.

Ada pula kasus penerimaan dana oleh pengusaha batubara Andi Syamsuddin Arsyad atau Haji Isam. Ia menerima transfer dana senilai US$47,9 juta dari perusahaan yang beralamat di negara suaka pajak British Virgin Island pada 2014. Selain itu, transaksi mencurigakan lain mencakup transaksi senilai US$124,155 juta antara perusahaan emas di Pontianak, Kalimantan Barat, dengan perusahaan logam mulia di Swiss pada 2015. Sebelumnya, Mahkamah Agung pernah menghukum perusahaan asal Pontianak ini dengan denda Rp500 juta karena memalsukan dokumen importasi emas ke Metalor.

Analisis ICIJ menemukan bahwa bank di dokumen FinCEN secara regular memproses transaksi ke perusahaan yang terdaftar dalam “yurisdiksi rahasia” dan melakukannya tanpa memverifikasi nasabah pemilik rekening. Setidaknya 20% isi laporan merupakan nasabah yang beralamatkan di salah satu negara suaka pajak seperti di British Virgin Island. Setengah dari isi laporan bank juga tidak memuat informasi tentang entitas di balik transaksi tersebut.

Sementara itu, ICIJ mengatakan bahwa dokumen FinCEN ini merepresentasikan kurang dari 0,02% dari 12 juta transaksi mencurigakan sepanjang 2011-2017.

Share: Transaksi yang Janggal dan Skandal Triliunan Dolar dalam Dokumen FinCEN