Isu Terkini

Terbengkalai Akibat COVID-19, WHO Menyerukan Agar Hak Orang Lanjut Usia Lebih Diperhatikan

Permata Adinda — Asumsi.co

featured image

Orang lanjut usia dibiarkan meninggal begitu saja di panti jompo di seluruh dunia. Direktur Eksekutif Program Darurat Kesehatan WHO, Mike Ryan, menyampaikan bahwa pandemi COVID-19 telah “merampas satu generasi bijak” dan pelayanan terhadap orang lanjut usia mesti lebih diperhatikan ke depannya.

Angka kematian di panti jompo di seluruh dunia terbilang tinggi, mencapai 80% di sejumlah negara. Di satu sisi, orang lanjut usia memang lebih rentan terhadap COVID-19. Di sisi lain, sistem layanan kesehatan tidak tanggap dalam menangani pasien lanjut usia.

Angka kematian COVID-19 yang tinggi di Belgia, misalnya, salah satunya disebabkan oleh banyaknya orang lanjut usia yang meninggal di panti jompo—yaitu mencapai 5.700 kematian. Ketika pandemi memuncak pada Maret hingga pertengahan Mei lalu, kematian penghuni panti jompo mengambil porsi dua dari tiga kematian akibat COVID-19 di negara tersebut.

Tak hanya di Belgia, Spanyol sedang menginvestigasi kasus dugaan orang lanjut usia yang dibiarkan mati di panti jompo. Di Swedia, dokter yang kewalahan terpaksa mesti menolak pasien lanjut usia. Begitu juga di Inggris—di mana pemerintah memerintahkan agar ribuan pasien berusia lanjut untuk dikembalikan ke panti jompo untuk menyediakan ruaang bagi pasien-pasien positif COVID-19. Padahal, ada pula di antara mereka yang terkonfirmasi positif.

“Kita harus memikirkan ulang bagaimana hubungan kita dan cara kita merawat generasi yang lebih tua. Kita perlu melihat kebutuhan generasi kita dalam kerangka pikir HAM—hak untuk dirawat, hak untuk bersosialisasi,” kata Ryan dalam pidatonya (14/9).

Kebanyakan panti jompo di Eropa tidak dilengkapi dengan dokter dan tidak memiliki pengaturan dengan dokter luar untuk mengoordinasikan penanganan pasien—apalagi tim tenaga kesehatan yang telah terampil dalam menangangi penyakit menular. Laporan dari European Centre for Disease Prevention and Control menunjukkan bahwa hanya sepertiga panti jompo di Eropa yang dilengkapi dengan tim penanganan penyakit menular.

Selain sistem layanan kesehatan yang tidak terjangkau bagi orang lanjut usia di panti jompo, hasil studi menunjukkan bahwa pandemi COVID-19 meningkatkan risiko orang lanjut usia mengalami kekerasan. Studi bertajuk “Elder Abuse in the Time of COVID-19” ini mengungkapkan bahwa pandemi membuat mereka lebih rentan terhadap isolasi sosial, kesulitan finansial, terhambatnya akses atas perawatan, dan kekhawatiran berlebih tertular COVID-19.

Apalagi, sebelum pandemi datang, orang lanjut usia telah rentan mengalami kekerasan: 1 dari 10 orang berusia di atas 60 tahun mengalami kekerasan di Amerika Serikat. Bentuk-bentuk kekerasan ini mencakup kekerasan secara fisik, seksual, psikologis, hingga eksploitasi finansial. Sementara itu, kasus-kasus ini jarang berhasil terungkap: hanya 1 dari 24 yang berhasil teridentifikasi dan dilaporkan ke pihak berwenang. “Langkah-langkah kebijakan yang diambil untuk menangani COVID-19 kemungkinan besar dapat meningkatkan risiko orang berusia lanjut mengalami kekerasan,” ujar peneliti dalam studinya.

“Menyadari tantangan yang dihadapi orang lanjut usia dan pengasuh mereka sangat penting untuk membantu mereka bertahan di tengah krisis ini. Kita tidak bisa membiarkan apa yang tidak terlihat oleh kita menjadi tidak diperhatikan. Pasien-pasien berusia lanjut membutuhkan kita lebih daripada sebelumnya.”

Selain menyinggung soal orang lanjut usia, Mike Ryan juga menyerukan perhatian dan perlindungan lebih ke kelompok rentan lain, seperti tahanan di penjara, migran, dan tenaga kesehatan. “Akses layanan kesehatan untuk COVID-19 belumlah adil, tetapi dipengaruhi oleh gender, kekayaan, usia, kelas sosial, status hukum, etnisitas, dan banyak hal lain.”

Share: Terbengkalai Akibat COVID-19, WHO Menyerukan Agar Hak Orang Lanjut Usia Lebih Diperhatikan