Hari ini (31/8), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) membenarkan bahwa varian mutasi virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan pandemi COVID-19 telah ditemukan di Surabaya, Jakarta, dan kota-kota lain di Indonesia. D614G, nama hasil mutasi tersebut, dianggap lebih mudah menular daripada SARS-CoV-2 biasa, meski belum tentu lebih mematikan.
Seperti dipaparkan Kepala Laboratorium Rekayasa Genetika Terapan dan Protein Desain LIPI, Wien Kusharyoto, mutasi tersebut terdeteksi setelah melakukan sekuens genom utuh yang dibagikan ke Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GSAID). Berdasarkan data tersebut, terdapat minimal delapan kasus mutasi D614G di Indonesia.
Kasus tersebut telah ditemukan sejak akhir Maret 2020 atau awal April 2020, meski baru dideteksi kini. Dua mutasi pertama ditemukan di Surabaya, disusul dua kasus dari sampel di DI Yogyakarta, Bandung, dan sampel dari Tangerang dan DKI Jakarta.
Dalam D614G, terjadi mutasi di protein yang menyusun paku virus SARS-CoV-2. Asam amino pada posisi 614 yang semula berada pada D (asam aspartat) bergeser menjadi G (glisin). Menurut riset preliminer dari Los Alamos National Lab AS, infeksi dari D614G memiliki tingkat RNA virus yang lebih tinggi. Sederhananya, virus dari mutasi D614G lebih mudah menular.
Mutasi tersebut pertama dideteksi di Eropa pada Februari 2020, dan kini telah dilaporkan hadir di seluruh dunia. Menurut tim Kelompok Penelitian Virus Corona dan Formulasi Vaksin Professor Nidom Foundation (PNF), sebenarnya mutasi D614G telah hadir di Indonesia sejak kasus-kasus pertama COVID-19 dilaporkan. Seperti diutarakan Herawati Sudoyo dari LBM Eijkman, mutasi yang “menular tetapi lebih ringan” ditemukan dalam sampel dari Indonesia.
D614G juga bukan mutasi pertama dari virus SARS-CoV-2. Proses mutasi adalah hal yang lazim terjadi dalam penyebaran virus. Selama proses infeksi, virus menggandakan dirinya sendiri. Ketika terjadi “kesalahan” dalam proses replikasi virus, terjadilah mutasi.
Sebelum D614G heboh dibicarakan, sebelumnya sudah terjadi enam kali mutasi berbeda terhadap virus SARS-CoV-2. Namun, D614G adalah mutasi virus yang paling mudah menular ketimbang versi-versi sebelumnya. Hanya, seperti diutarakan Prof. Paul Hunter dari The Norwich School of Medicine, belum tentu mutasi virus ini lebih mematikan.
Karena itulah, sebagian pihak menduga kuat bahwa mutasi virus inilah yang menyebabkan angka COVID-19 melonjak di berbagai negara. Namun, Wien Kusharyoto dari LIPI pun menolak berspekulasi soal hal ini. Ia mengaku belum memiliki data yang cukup untuk menyebut secara terang-terangan bahwa virus D614G bertanggungjawab atas lonjakan kasus COVID-19 di Indonesia. Kenaikan jumlah kasus COVID-19 boleh jadi diperparah oleh buruknya penerapan protokol kesehatan, terutama di ruangan tertutup dengan ventilasi tak memadai.
Kabar baiknya, kemunculan mutasi ini tak akan mengganggu upaya peracikan vaksin COVID-19. “Varian Corona-nya hampir sama dan tidak mengubah struktur virus yang biasa dikenali sistem kekebalan,” ucap Sebastian Maurer-Stroh dari Dinas Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Riset Singapura. “Oleh karena itu, harusnya tidak perlu ada perbedaan dalam vaksin yang dikembangkan.”
Pada akhirnya, anggota baru dalam keluarga Corona ini tak perlu disambut dengan kepanikan atau kekhawatiran berlebihan. Seperti biasa, cara melawannya adalah dengan menjaga kesehatan, menaati protokol kesehatan, dan mengurangi kegiatan di luar rumah.