Menurut Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, ekstrak temulawak dan ikan gabus dapat menjadi bahan suplemen dalam penanganan penyakit COVID-19. Klaim ini ia utarakan dalam pemaparan di rapat bersama Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (14/7).
Dalam rapat tersebut, ia menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan tengah mengupayakan penggunaan obat tradisional dalam penanganan COVID-19 di fasilitas kesehatan. “Misal suplemen yang mengandung ekstrak curcuma xanthorriza-temulawak , ophiocephalus striatus-ikan gabus, phyllanthus niruri-meniran (hijau),” ucapnya.
Pemerintah melihat indikasi positif dari hasil uji coba obat tradisional untuk penanganan COVID-19 di fasilitas kesehatan di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Demi meningkatkan cakupan program tersebut, penggunaan obat herbal terstandar dalam fasilitas kesehatan akan didukung dengan pemanfaatan dana alokasi khusus.
Keputusan ini nantinya akan merujuk pada Permenkes Nomor 85 Tahun 2019 tentang Petunjuk Operasional Penggunaan Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Kesehatan TA 2020 dan Permenkes Nomor 21 Tahun 2016 tentang Penggunaan Dana Kapitasi JKN untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan Dukungan Biaya Operasional pada FKTP Milik Pemda.
Pemeliharaan kesehatan dan sistem imun tubuh dinilai penting dalam pencegahan COVID-19. Karena itu, pemerintah menaruh perhatian khusus pada vitamin dan suplemen yang dapat meningkatkan daya tahan tubuh. Terutama yang terbuat dari bahan-bahan lokal dan resep obat tradisional.
Baru-baru ini, Kemenkes juga menerbitkan Surat Edaran Dirjen Layanan Kesehatan Nomor HK.02.02/IV.2243/ 2020 tentang Pemanfaatan Obat Tradisional untuk Pemeliharaan Kesehatan, Pencegahan Penyakit, dan Perawatan Kesehatan.
Sejak awal pandemi COVID-19 melanda Indonesia, Menkes Terawan telah mempromosikan obat-obatan tradisional sebagai salah satu siasat menghadapi pandemi. Pada 3 Maret 2020, Terawan menyatakan bahwa “semua yang bisa meningkatkan imunitas tubuh, berarti itu penangkal.” Meski tidak secara khusus dapat menangkal COVID-19, jamu bisa membuat tubuh lebih kuat menghadapi penyakit tersebut.
Kisah cinta Menkes Terawan dengan jamu berlanjut pada 16 Maret 2020, kala ia tampil bersama tiga pasien COVID-19 pertama di Indonesia. Untuk merayakan kesembuhan mereka, Menkes Terawan menghadiahi mereka buah tangan berupa jamu. Semakin mengharukan lagi, Terawan mengklaim bahwa jamu yang ia hadiahkan merupakan “ramuan dari bapak presiden sendiri.”
Kemenkes juga bukan satu-satunya lembaga pemerintahan yang serius mengeksplorasi kemungkinan penggunaan obat tradisional sebagai penangkal COVID-19. Pertengahan Mei 2020, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) membeberkan bahwa mereka masuk dalam konsorsium Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 sesuai Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020.
Menurut Kepala LIPI L.T Handoko, dalam kluster riset dan kegiatan, salah satu tindakan yang diprioritaskan adalah riset herbal Indonesia sebagai anti virus. Penelitian tersebut akan dilakukan LIPI dan Ristek-BRIN berkolaborasi dengan 10 institusi lainnya.
“Kini melalui riset herbal, jahe merah, meniran, Cordyceps, sambiloto, daun sembung dan beberapa herbal lainnya difokuskan untuk diekstraksi guna menghasilkan senyawa aktif sebagai immunomodulator COVID-19,” ujar Handoko.
Immunomodulator adalah senyawa yang dapat meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh. LIPI dan tim Gugus Tugas mengemban pekerjaan rumah memformulasikan immunomodulator dari obat-obat tradisional untuk pasien COVID-19 berstatus pneumonia ringan.
Menurut Masteria Yunolvisa Putra, Koordinator Penelitian Drug Discovery and Development di Pusat Penelitian Bioteknologi, obat herbal tersebut nantinya bersifat “meningkatkan sistem imunitas tubuh untuk melawan infeksi virus.” Namun, ia memperingatkan bahwa obat tersebut tidak berlaku untuk pasien kronis yang sudah membutuhkan ventilator.
Sebelum LIPI dan pemerintah terang-terangan meriset penggunaan obat tradisional untuk menangkal COVID-19, Indonesia sempat dihebohkan oleh klaim obat ajaib anti COVID-19 racikan Laksamana Muda TNI Dr. Suradi AS. Mei lalu, Suradi mengklaim bahwa ia dan timnya berhasil meracik obat herbal anti-Corona yang menyembuhkan “beberapa pasien positif, bergejala COVID-19, maupun orang dalam pemantauan (ODP).”
Saking efektifnya, Suradi telah menggunakan “cairan ajaib tersebut” dalam kegiatan penyemprotan desinfektan antara lain di Kompleks Polri Jatirangga dan Kompleks TNI AL Kodamar Kelapa Gading. Ia bahkan telah mendaftarkan cairan herbal tersebut ke Balai POM RI pada 14 April 2020.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM) Penny K. Lukito juga mendorong masyarakat Indonesia lebih banyak mengkonsumsi obat herbal demi menangkal COVID-19. Menurutnya, obat herbal ampuh dalam meningkatkan daya tahan tubuh di tengah pandemi.
Namun, koleganya, Direktur Registrasi Obat BPOM Dr. Lucia Rizka Andalusia, memperingatkan bahwa masyarakat tak boleh sembarangan mengkonsumsi obat tradisional. Selain harus memenuhi standar peracikan yang baik, produsen obat tradisional juga harus menyatakan secara gamblang khasiat dan efek samping, untuk “mencegah adanya overklaim yang dilakukan produsen.”
Menurut Dr. Andalusia, uji klinis tetap penting dilakukan untuk memberikan persetujuan BPOM dan melindungi masyarakat dari risiko obat yang digadang-gadang dapat mencegah COVID-19, tapi ternyata hanya memberi harapan palsu.
Indonesia mencatat 1.522 kasus baru positif COVID-19 dalam sehari pada 15 Juli 2020. Sekarang, tercatat ada total 80.094 kasus COVID-19 di seluruh Indonesia. Sebanyak 3.797 orang meninggal dunia, sementara 39.050 pasien dinyatakan sembuh.