Di tengah pandemi yang mencekik, Kementerian Pertanian muncul dengan pemecahan masalah yang gemilang: mereka akan memproduksi serangkaian produk yang diklaim mujarab mencegah COVID-19. Termasuk — dan ini serius — sebuah kalung anti virus Corona.
Rencana ambisius ini dibeberkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam konferensi pers di Kementerian PUPR pada Jum’at (4/7) pekan lalu. Menurut Kementan, rangkaian produk antivirus tersebut telah lolos ujian in vitro dan terbukti dapat membuat mati suri virus avian influenza (flu burung) subtipe H5N1, Gammacorona virus, dan betacoronavirus.
Mentan Limpo pun mengklaim bahwa kalung buatan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) ini ampuh mematikan virus Corona. Kontak 15 menit dapat membunuh 42 persen virus corona, sementara setengah jam bisa 80 persen tuntas.
Produk yang terbuat dari pohon eucalyptus atau kayu putih ini akan diproduksi juga dalam bentuk lain seperti salep, roll-on, balsem, dan inhaler. Kalung ini dikembangkan Balitbangtan bersama PT Eagle Indo Pharma sejak Mei 2020 lalu. Perusahaan pengembang merk minyak kayu putih Cap Lang itu juga dipercayakan untuk memproduksi rangkaian produk antivirus gubahan Kementan. Bila tak ada aral merintang, Agustus mendatang kalung mujarab ini sudah mulai keluar dari pabrik-pabrik.
Klaim akbar dari Kementan ini langsung disambut tepok jidat oleh politisi, ahli medis, maupun spesialis obat-obatan tradisional. Epidemiolog Dr. Dicky Budiman nampaknya kaget dengan cepatnya pengembangan produk tersebut dan besarnya klaimnya, sebab secara mekanisme atau prosedur ilmiah, satu tanaman dapat ditetapkan sebagai obat setelah rata-rata 15-20 tahun penelitian.
Adapun Ketua Umum Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia Inggrid Tania menyatakan keampuhan kalung tersebut tak usah dilebih-lebihkan. Meski efektif dalam ujian in vitro melawan virus tertentu, kalung tersebut belum terbukti mampu mematikan virus SARS CoV-2 yang menyebabkan penyakit COVID-19.
Pernyataan serupa diutarakan oleh Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Dr. Ari Fahrial Syam. Menurutnya, hasil penelitian in vitro berarti produk tersebut belum diujicobakan pada manusia, sehingga pemerintah tak bisa langsung mengklaim kalung tersebut ampuh sebagai antivirus Corona.
Dr. Syam pun menyatakan bahwa belum ada bukti kayu putih dapat menjadi obat virus Corona. “Sejatinya belum ada obat untuk COVID-19,” tuturnya. “Cukuplah disebut kalung kayu putih, kalung eucalyptus, atau kalung aromaterapi.”
Bahkan politisi lintas fraksi silih berganti menghardik Kementan atas inovasinya yang membingungkan ini. Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PAN Saleh Partaonan Daulay menilai Kementan perlu menguji produk tersebut lebih jauh sebelum mengeluarkan klaim berlebihan. Sebab, bila meleset, persepsi publik terhadap kinerja Kementan dapat merosot drastis.
Dua anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Andi Akmal Pasluddin dan Mardani Ali Sera, sama-sama bingung kenapa Kementan mendadak muncul bak pahlawan kesiangan dengan solusi menangani COVID-19. Menurut mereka, Kementan seharusnya fokus menangani rumitnya ketahanan pangan di era pandemi terlebih dahulu.
Sentimen ini juga diutarakan Didik Mukrianto, anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat. “Saran saya, untuk penanganan COVID-19 dan segala obat serta vaksinnya, secara klinis kita percayakan sepenuhnya kepada ahlinya. Akan lebih bijak bila Pak Mentan tetap fokus untuk menangani ketahanan pangan, termasuk pasokan dan batuannya untuk masyarakat yang saat ini berpotensi mengalami berbagai tantangan dan permasalahan,” kata Didik kepada wartawan, Minggu (5/7), seperti dilansir Detik.com.
Usai pro-kontra ini mengemuka, Kementan angkat bicara. Kepala Balitbangtan Fadjry Djufry bersikeras bahwa pihaknya “bisa buktikan” efektivitasnya secara ilmiah. Sementara Kepala Balai Besar Penelitian Veteriner Kementan Indi Dharmayanti menjelaskan bahwa riset memang masih berjalan. Klaim antivirus, menurutnya, juga tidak diutarakan oleh para peneliti.
“Bukan, klaim kita yang di BPOM adalah jamu melegakan saluran pernapasan, mengurangi sesak tapi punya konten teknologi di mana kita buktikan invitro bisa membunuh Corona model dan influenza, cenderung mengurangi paparan,” ucap Indi seperti dilansir detikFinance.
Melalui akun Twitter resminya, Kementan pun memberikan klarifikasi untuk para SobaTani–julukan yang mereka berikan untuk para fans-nya. Mereka mempertegas klaim bahwa produk tersebut efektif membunuh 80-100 persen virus dengan inhalasi selama 5-15 menit. Tetapi, Kementan menyatakan bahwa produk tersebut bukan obat COVID-19, melainkan upaya pencegahan infeksi COVID-19. Sebab, “berdasarkan uji lab, aroma eucalyptus memiliki kemampuan menghancurkan sel virus influenza dan gamma corona.”
Kontroversi terkait kalung anti Corona serupa dengan pro-kontra terkait tudingan DPR RI mengimpor jamu jenis Herbavid19 dari Cina, Mei lalu. Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia (GP Jamu) menuduh pemerintah tak mendukung industri jamu lokal dengan mengimpor jamu dari luar negeri. Lebih lagi, Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia menyebut bahwa Herbavid19 belum teruji klinis ampuh menangkal COVID-19.
Kala itu, Anggota Komisi VI DPR RI sekaligus anggota Satgas COVID-19 DPR RI Andre Rosiade berkilah bahwa jamu tersebut tidak akan dijual secara komersial serta terbukti ampuh membantu sebagian anggota keluarganya yang sakit. Ia pun meminta “aksi spontanitas untuk bantu masyarakat” tersebut tak diserang.
Hingga kini, belum ada obat maupun vaksin yang terbukti manjur dan teruji klinis untuk menangani COVID-19. Per 5 Juli 2020, Indonesia mencatat total 63.749 kasus positif COVID-19, dengan total 3.171 orang meninggal dunia.