Sesuai arahan WHO, pemerintah Indonesia mengimbau agar masyarakat menggunakan masker setiap keluar rumah. Sebelumnya, WHO hanya merekomendasikan penggunaan masker bagi tenaga medis dan orang yang sedang sakit. Namun, rekomendasi itu diperbarui setelah penelitian mutakhir menunjukkan bahwa virus dapat ditularkan dari jarak dekat dan seseorang dapat menularkan virus tanpa menunjukkan gejala.
“Seseorang yang terinfeksi COVID-19 dapat menularkan virus sebelum memperlihatkan gejala. Masa inkubasi yang rata-rata selama 5-6 hari disebut juga sebagai masa ‘pre-symptomatic’. Penemuan ini juga menunjang data lain yang menunjukkan seseorang dapat punya hasil tes positif 1-3 hari sebelum menunjukkan gejala,” ujar WHO dalam surat rekomendasinya pada 6 April 2020.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona, Achmad Yurianto, menyebutkan masyarakat dapat menggunakan masker berbahan kain. Masker bedah dan N95 diprioritaskan untuk para tenaga medis. Sama dengan pemerintah, CDC (Centers for Disease Control and Prevention) pun merekomendasikan penggunaan masker kain bagi masyarakat umum. “Persediaan masker bedah dan N95 yang kritis mesti terus dicadangkan untuk petugas kesehatan, seperti yang telah direkomendasikan CDC selama ini,” ujar CDC dalam situsnya.
Lantas, seberapa efektif penggunaan masker kain untuk menghalau virus?
Belum ada bukti memadai bahwa masker kain sanggup menangkal virus, terutama SARS-CoV-2. Namun, seperti kata Trisha Greenhalgh dalam jurnal ilmiah The BMJ, “Tidak adanya bukti bukan berarti bukti ketidakadaan.” Dengan masih sedikitnya penelitian tentang masker kain dan COVID-19, belum bisa dipastikan apakah masker kain efektif mencegah penularan.
Sebuah percobaan kecil asal Korea Selatan menunjukkan bahwa masker bedah dan masker kain sama-sama tidak efektif untuk menghalau virus. Namun, studi bertajuk “Effectiveness of Surgical and Cotton Masks in Blocking SARS-CoV-2” ini dikatakan tidak memberikan hasil yang konklusif, sebab percobaan hanya dilakukan terhadap empat orang dan dengan jarak 20 cm. Sementara itu, droplet akibat bersin dan bantuk dapat jatuh sejauh 2 meter.
Dalam studi lain, masker kain dikatakan baru cukup efektif jika terdiri dari 16 lapis kain. 63% partikel berukuran 300 nanometer dapat disaring oleh masker ini—dengan ukuran virus Corona berkisar antara 50-200 nanometer. Namun, berbeda dari masker bedah dan N95, masker kain yang terlalu tebal membuat seseorang sulit bernapas, bahkan dapat membuat orang pingsan.
Terlepas dari keterbatasan studi, peneliti di BMJ menuliskan bahwa lembaga kesehatan tetap harus mendorong orang untuk menggunakan masker. “Sebagaimana seseorang menggunakan parasut untuk lompat dari pesawat udara, sekarang adalah waktunya untuk bergerak tanpa menunggu bukti,” katanya.
Menurut Medical Director National Foundation for Infectious Disease, William Schaffner, masker kain punya fungsi utama untuk mencegah orang lain tertular virus—alih-alih untuk melindungi diri sendiri. “Kamu akan melindungi orang-orang di sekitarmu dengan memakai masker, dan mereka akan melindungimu. Jika kita melakukan itu, akan lebih sulit bagi virus untuk berpindah dari satu orang ke orang lainnya,” jelas Schaffner kepada ABC News. WHO pun menyatakan efek masker yang tidak seberapa tetap berdampak signifikan terhadap perlambatan penyebaran virus—terutama jika semua orang patuh menggunakan masker.
WHO dan BMJ mengatakan dibutuhkan penelitian lebih jauh untuk menentukan bahan kain yang paling baik digunakan, ketebalan kain, efektivitas lapisan anti-air, dan durasi maksimal penggunaan sebelum mesti dicuci.
CDC menekankan penting untuk secara rutin mencuci masker kain yang telah dipakai. Selain itu, penggunaan masker juga mesti dibarengi dengan upaya menjaga jarak setidaknya dua meter, tidak menyentuh wajah, dan secara rutin mencuci tangan memakai sabun.
Berikut syarat penggunaan masker kain menurut CDC:
CDC juga menyertakan langkah-langkah untuk membuat masker kain secara mandiri menggunakan bahan-bahan yang tersedia di rumah, seperti kaos bekas atau bandana.