Isu Terkini

GPS Digunakan Saat Kendaraan Berhenti, Tepatkah?

Winda Chairunisyah Suryani — Asumsi.co

featured image

Larangan pengendara sepeda motor atau mobil yang mengemudi sambil menggunakan global positioning system (GPS) kembali menjadi bahan perbincangan masyarakat. Aturan yang dimaksud tercantum dalam Pasal 106 Ayat 1 dan Pasal 283 Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). “Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi.”

Kemudian ada seorang pemohon yang meminta peninjauan ulang terhadap regulasi tersebut. Dia adalah Ketua Umum Toyota Soluna Community (TSC) Sanjaya Adi Putra yang mengatakan bahwa permohonan uji materi itu berkaitan dengan perkembangan zaman. Apalagi ada frasa “menganggu konsentrasi” yang menurut Sanjaya memliki makna yang bias bias.

Sayangnya, permohonan yang dilayangkan Toyota Soluna Community itu ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam sidang yang diketuai Anwar Usman, MK menilai permohonan tersebut tidak beralasan secara hukum. Meski mengaku paham dengan penggunaan GPS, namun MK tetap mengklaim bahwa alat itu akan merusak konsentrasi pengendara.

“Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” demikian bunyi amar putusan MK No. 23/PUU-XVI/2018 yang dibacakan pada Rabu, 30 Januari 2019 kemarin.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi juga menegaskan bahwa pengguna GPS yang tidak berkonsentrasi saat berkendara bisa ditilang oleh polisi. Hal ini, kata Budi, perlu dilakukan karena sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan Pasal 186.

“Kalau kemudian sambil jalan melihat itu (GPS), yang bersangkutan mengemudi tidak wajar dan konsentrasi, itu yang bisa ditilang oleh polisi. Artinya pengemudi enggak ada gangguan, fisik, mata, pendengaran, kalau pakai GPS itu ada gangguan,” kata Budi pada media, Selasa 5 Februari 2019.

Budi juga bilang, GPS masih boleh digunakan apabila dikendalikan oleh navigator, alias dipegang oleh teman berkendara, baik kendaraan roda dua maupun roda empat. Sementara, jika tidak ada teman atau pasangan yang bisa membantu melihat jalur GPS, Budi menyuruh pengendara untuk berhenti terlebih dahulu.

“GPS boleh tapi saat berhenti jangan lagi jalan pakai GPS,” katanya.

Penggunaan GPS Untuk Pengendara

Smartphone saat ini memang berevolusi cukup cepat, penggunaannya bukan lagi hanya sekedar untuk media komunikasi, tapi sudah mampu menjadi sistem navigasi. Hal inilah yang menjadi alasan para pengemudi ojek online maupun taksi online bisa menjemput penumpangnya dengan lebih mudah. Bahkan, saat ingin mengetahui posisi teman atau kerabat, pengguna smartphone tinggal mengirimkan lokasinya.

GPS yang saat ini jadi bahan perdebatan merupakan salah satu sistem satelit ciptaan Amerika Serikat. Sedangkan satelit lain seperti di Rusia adalah GLONASS dan di Tiongkok namanya BeiDou. Secara umum, tiga satelit itu dinamakan Global Navigation Satellite System atau GNSS.

Sistem navigasi yang ada di smartphone memanfaat sinyal GNSS itu untuk mengetahui sebuah lokasi tertentu. Setidaknya ada dua aplikasi navigasi yang paling populer di Indonesia, yaitu Google Map dan Waze. Keduanya sama-sama memberikan arah jalan untuk para pengendara yang tidak mengetahui rute yang harus dilalui.

Aplikasi itu bahkan tidak hanya memberikan satu pilihan jalan saja, namun bisa menunjukkan beberapa pilihan jalan sesuai dengan keinginan pengendara. Misalnya ingin melewati tol atau justru menghindari tol. Mencari jalan alternatif lain yang tidak terlalu macet, dan sebagainya. Bahkan di aplikasi Waze, para pengendara di jalan bisa memberikan peringatan terhadap peristiwa yang baru saja terjadi di jalan yang ia lewati,

Navigasi itu juga saat ini sudah dilengkapi dengan pengarah berbentuk audio. Hal ini tentunya membuat para pengendara semakin mudah mengkuti arahan tanpa perlu melihat layar smartphone. Peringatan seperti ‘setelah 500 meter, belok ke kanan’ menjadi acuan yang paling mudah diikuti. Sayangnya, meski saat ini teknologi navigasi semakin canggih, namun tetap menjadi hal yang dianggap mengganggu konsentrasi.

Maka dari itu, Training Director The Real Driving Center (RDC) Marcell Kurniawan menyampaikan frasa mengenai gangguan konsentrasi perlu diperluas. Regulasi perlu diperbarui untuk memperjelas konteks yang bisa dikatakan sebagai pengganggu konsentrasi. Sebab saat ini tidak ada penjabaran yang secara spesifik menjelaskan penggunaan navigasi yang seperti apa yang dilanggar.

Maka dari itu, Marcel menyarankan mestinya terdapat pembaruan pada sistem hukum supaya dapat berjalan seimbang dengan teknologi yang sifatnya memang benar-benar dibutuhkan oleh pengendara.

Share: GPS Digunakan Saat Kendaraan Berhenti, Tepatkah?